Pada tahun 1950an, saat beton untuk pertama kalinya diperkenalkan di dunia konstruksi Indonesia oleh alm. Prof. Roosseno, Bapak Beton Indonesia, sebagai bahan konstruksi yang handal dan murah. Sebagai dosen dan ahli struktur beliau sangat giat memperkenalkan teknologi dan konstruksi beton. Beliau mengajarkan bagaimana membuat campuran beton, yang bahan dasarnya mudah didapat, terdiri dari murni 3 bahan dasar yaitu: semen, agregat kasar / halus, dan air, sesuai dengan kekuatan yang diinginkan, yaitu sekitar 200 kg/cm² – 250 kg/cm². Kekuatan beton saat itu kalau dibandingkan dengan kekuatan baja yang mencapai 2400 kg/cm² hanyalah sepersepuluhnya.
Research grant 2008 dari Konrad Adenauer Foundation yang diperoleh penulis, memberi kesempatan kepada penulis untuk mendalami beton sebagai material konstruksi yang High Tech, berbasis TEKNOLOGI NANO. Di Institute of Structure, University of Kassel, tempat penulis bekerja, Prof. Schmidt dan Prof. Fehling, selama satu dekade ini telah melakukan penelitian berbasis teknologi nano, untuk membuat campuran beton dengan kekuatan tekannya mencapai kekuatan baja, yaitu sebesar 2000 kg/cm² – 2500 kg/cm². Beton generasi baru ini dikenal dengan nama Ultra High Performance Concrete disingkat UHPC.
Susunan gradasi dari material yang membentuk beton generasi baru ini berbeda dengan susunan gradasi beton konvensional yang terletak pada rentang ukuran makro. Susunan gradasi dari material UHPC terdiri dari partikel partikel sangat halus terletak pada ukuran submikrokopis, dengan rentang ukuran nanometer disingkat nm (10-9 m) sampai ukuran 0,5 mm, yang terdiri dari mikrosilika (yang berukuran antara 50- 1000 nm), partikel semen (dengan ukuran antara 2- 100 µm) dan pasir halus (dengan ukuran antara 10 – 500 µm).
Dengan basis teknologi nano terbuka jalan untuk melakukan optimasi untuk mendapatkan susunan material pada suatu volume tertentu yang ultra padat atau disebut sebagai packing density. Kepadatan yang sangat tinggi diperoleh karena ruang-nruang kosong yang ada diantara partikel- partikel yang berukuran relatif besar seperti partikel semen dapat diisi butiran debu halus berukuran nanometer seperti mikrosilika ataupun partikel mineral lainnya, bersifat reaktif maupun tidak. Dengan demikian terbentuklah UHPC sebagai beton dengan susunan struktur yang sangat padat, dimana pori- pori yang terbentuk berada dalam ukuran 2 nm, lebih kecil dari ukuran kapiler atau praktis tidak mengandung lagi pori-pori berukuran kapiler.
Gambar 1 : Prinsip pengisian pori-pori pada material UHPC (Sumber: Schmidt)
Gambar 2 : foto REM beton konvensional. (lebar gambar 23 µm)
Gambar 3 : Foto REM UHPC (lebar gambar 7 µm)
(Sumber : Schmidt)
Gambar 1 memperlihatkan prinsip susunan berbagai ukuran partikel halus yang mengisi pori-pori dan membentuk packing density dari material UHPC, sedangkan Gambar 2 adalah hasil foto REM (Raster Elektron Mikroskop) untuk beton konvensional dan UHPC. Pada beton konvensional terlihat jelas pori-pori beton dalam ukuran kapiler, sedangkan pada UHPC pori-pori kapiler ini tidak lagi terlihat. Kekuatan tinggi pada UHPC terutama disebabkan karena rendahnya porositas yang ada pada material UHPC, dimana semen sebagai matrix, mengikat partikel halus mikro silika yang bersifat reaktif maupun partikel halus mineral lainnya yang tidak reaktif dengan pasir halus sebagai aggregat, membentuk susunan struktur material yang homogen.
Akibat sedikitnya pori- pori yang ada pada suatu volume tertentu dari UHPC, maka pada campuran UHPC jumlah air dapatlah dikurangi sampai mencapai kurang lebih 20 % dari berat semen. Untuk menjamin agar campuran UHPC yang sedikit air ini dapat tetap dikerjakan, maka pada campuran UHPC diberi tambahan superplastisizer, yang paling baik adalah superplastisizer dengan tipe Polycarboxylatether (PCE). Superplastisizer ini akan secara effektif membuat beton segar, yang walaupun kandungan airnya sedikit, menjadi sangat plastis sehingga dapat dikerjakan pengecorannya ke dalam cetakan..
Akibat tingginya kekuatan yang ada pada UHPC, beton ini mempunyai keruntuhan yang sangat getas. Energi yang tersimpan sebelum mencapai keruntuhan sangatlah besar, energi yang besar ini akan terlepas layaknya sebagai ledakan pada saat UHPC mengalami keruntuhan. Untuk memperbaiki daktilitas dari UHPC agar keruntuhannya tidak tiba-tiba, maka pada campuran UHPC diberikan serat baja ukuran diameter 0,15mm dan panjang 6 mm dalam jumlah tertentu.
Dengan tercapainya kekuatan beton yang menyamai kekuatan baja, maka dengan UHPC dapat dibuat desain konstruksi beton yang lebih estetik yaitu konstruksi yang ringan dan langsing. Ringannya berat sendiri struktur UHPC memungkinkan dicapainya bentang yang lebih lebar maupun bertambahnya tinggi bangunan. Selain mempunyai kekuatan tinggi, UHPC sebagai material tanpa pori-pori kapiler akan memberikan kinerja yang jauh lebih baik daripada beton konvensional. Tingginya packing density menyebabkan UHPC mengalami proses karbonisasi yang minimal, daya tahan terhadap abrasi zat- zat kimia berbahaya sangat baik, memberi perlindungan terhadap korosi tulangan di dalam kontruksi juga lebih baik. Berbagai keunggulan tersebut diataslah yang menyebabkan para peneliti lebih suka menggunakan istilah Ultra High Performance daripada istilah Ultra High Strength.
Berdasarkan hasil-hasil yang positip didapatkan pada penelitian dibidang UHPC, maka pemerintah Jerman telah menyetujui penggunaan dana penelitian sebesar 10 Juta EUR untuk dipakai penelitian dibidang UHPC di berbagai universitas di Jerman. UHPC adalah hanya salah satu contoh penggunaan Teknologi Nano untuk mengembangkan material baru di bidang konstruksi, yang tentu saja layak untuk diteliti dan dikembangkan penggunaannya di Indonesia.
Alat Foto REM yang terdapat di Foto Labor, Institute for concrete Technologie, University of Kassel, membantu untuk menemukan komposisi material berukuran nano untuk UHPC.
Prof. Dr. Ing HArianto Hardjasaputra bersama Prof. Michael Schmidt, sebagai Direktur Institute for Concrete Technology, dengan fokus penelitian untuk dapat menemukan beton baru UHPC berbasis teknologi nano. Atas undangan dari UPH, Prof. M. Schmidt akan hadir pada 2 nd International Conference of EACEF, di Langkawi Island , Malaysia, sebagai Keynote Speaker.
Tweet |
Maksud dari peyusun dasar UHPC adalah partikel-partikel mikroskopis seperti apa? Apakah bisa didapat langsung dari alam atau didapat secara fabrikasi? Terimakasih atas penjelasannya
BalasHapusPartikel-partikel mikroskopis dari material UHPC terdiri dari partikel yg sangat halus terletak pada ukuran submikrokopis, dengan rentang ukuran nanometer disingkat nm (10-9 m) sampai ukuran 0,5 mm, yang terdiri dari mikrosilika (yang berukuran antara 50- 1000 nm), partikel semen (dengan ukuran antara 2- 100 µm) dan pasir halus (dengan ukuran antara 10 – 500 µm).
BalasHapusSemuanya terdapat di alam. Yg fabrikasi juga ada. Namun semua bahan masih terpisah, dan harus diracik sendiri.
Kalau dari penggunaan superplastisizernya sendiri bagaimana? Ada tidak aturan komposisi penggunaannya pada UHPC? Kalau dilihat dari komposisi dasarnya yang berukuran nano sepertinya UHPC ini belum bisa diaplikasikan secara umum. Tapi, kalau dilihat dari mutu beton yang dihasilkan, kemungkinan teknologi ini cepat berkembang
BalasHapus